Gorontalo - Sidang gugatan terhadap Surat Keputusan (SK) Kementerian ESDM yang menjadi dasar izin operasi PT Gorontalo Minerals (GM) Anak Usaha Bumi Resources Minerals , Emiten BRMS, kembali digelar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Namun alih-alih melemahkan gugatan, kesaksian para saksi justru semakin menguatkan dalil rakyat penambang.
Dalam keterangannya, saksi dari Kementerian ESDM menegaskan bahwa wilayah Taman Nasional tidak bisa dijadikan atau ditetapkan sebagai area izin pertambangan. Aturan ini jelas diatur dalam berbagai regulasi kehutanan dan konservasi alam.
Ironisnya, saksi dari PT GM secara terang mengakui bahwa wilayah SK Peningkatan Operasi Produksi PT GM memang mencakup kawasan Taman Nasional.
“Kementerian ESDM sadar bahwa izin pertambangan tidak boleh berada dalam area taman nasional. Namun faktanya, SK yang mereka keluarkan justru memasukkan wilayah yang termasuk kawasan taman nasional,” tegas kuasa hukum rakyat penambang, Rongki Ali Gobel, Rabu (24/9/2025).
Dalam sidang sebelumnya, saksi ahli pakar hukum administrasi menegaskan, SK kementrian ESDM cacat hukum karena menurutnya, tidak memenuhi syarat formil hingga bertentangan dengan tiga regulasi sektoral.
Tidak cuma itu, dalam sidang lainnya yang menghadirkan saksi fakta dari tergugat Kementrian ESDM menyebutkan PT GM menyesuaikan dengan undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang minerba, paling lambat setahun setelah undang-undang itu terbit.
Namun faktanya, penyesuaian baru dilakukan PT GM pada tahun 2017, atau 7 tahun setelah undang undang undang itu terbit.
Serta masih banyak lagi fakta fakta persidangan yang menurut Rongki justru menguatkan dalil penggugat yakni rakyat penambang.
Rongki kembali menegaskan, apa pun putusan majelis hakim, pemerintah pusat dan daerah harus menyiapkan solusi yang adil, termasuk membuka opsi Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) agar masyarakat tetap dapat menambang secara legal. (*)