Go-Pena Baner

Thursday, 20 November, 2025

Di Hadapan KPU, Wali Kota Gorontalo Soroti Turunnya Kualitas Pemilu dan Mahalnya Biaya Politik

Responsive image
Foto Bersama Wali Kota Gorontalo Adhan Dambea dengan KPU dan para Pemateri. Jumat (14/11/2025)

GORONTALO — Wali Kota Gorontalo, Adhan Dambea, menyampaikan sambutan bernas dan panjang lebar saat membuka kegiatan Focus Group Discussion (FGD) “Kajian Teknis Pemilu dan Pemilihan” yang digelar KPU Kota Gorontalo, Jumat (14/11/2025), di pelataran Kantor Wali Kota. Dalam pidatonya, Adhan menyoroti perubahan kualitas demokrasi dari masa ke masa serta pentingnya pembenahan sistem kepemiluan agar hasil pemilu benar-benar menghadirkan para pemimpin yang berkualitas.

Adhan mengawali sambutannya dengan mengenang pengalamannya sejak pertama kali menjadi anggota DPR pada tahun 1999. Ia mengatakan, situasi ketika itu sangat berbeda dengan kondisi sekarang, baik dari segi kualitas individu politisi maupun kinerja lembaga eksekutif dan legislatif.

“Kalau kita bandingkan dengan masa-masa lalu, jauh berbeda. Dulu kualitas personal dan lembaga masih bisa kita andalkan. Sekarang banyak yang tidak maksimal melaksanakan amanah,” ujarnya.

 

Harapan Rakyat Tidak Selalu Terpenuhi

Menurut Adhan, pemilihan legislatif maupun Pilkada adalah ruang rakyat menitipkan harapan. Namun, tidak jarang masyarakat justru kecewa dengan wakil yang mereka pilih.

“Kadang rakyat berharap banyak, tetapi yang terjadi tidak sesuai. Kualitas pemilihan kita harus diperbaiki supaya hasilnya lebih baik daripada sekarang,” kata Adhan.
Ia pun mengapresiasi pelaksanaan FGD oleh KPU Kota Gorontalo sebagai langkah penting memperbaiki kualitas demokrasi. Adhan menilai, diskusi seperti ini perlu rutin dilakukan melibatkan semua pihak, termasuk Bawaslu.

Uang, Sistem Pemilu, dan Rusaknya Kualitas Demokrasi

Adhan secara terbuka menyinggung fenomena mahalnya biaya politik. Ia menceritakan pengalaman rekannya yang harus menghabiskan Rp1,5 miliar saat maju pada Pemilu 2019, dan Rp1,2 miliar pada Pemilu 2024.
 “Itulah yang membuat demokrasi kita rusak. Kalau pemilihan hanya mengandalkan uang, maka jangan heran kualitas anggota dewan juga rendah,” tegasnya.
Ia menilai, sistem proporsional terbuka yang membuat perebutan suara semakin keras juga berkontribusi terhadap praktik politik uang. Menurutnya, wacana kembali ke nomor urut patut dipertimbangkan untuk memperbaiki kualitas calon.

Kepala Daerah Rentan Korupsi Karena Biaya Politik

Dalam bagian lain sambutannya, Adhan mengungkapkan perbincangannya dengan KPK beberapa hari sebelumnya. Ia menyoroti banyaknya kepala daerah terjebak kasus korupsi, bukan semata karena niat buruk, tetapi juga karena tekanan biaya politik yang besar.
 “Kadang kepala daerah terjebak karena sistem. Setelah terpilih, mereka baru sadar gaji itu cuma sekitar lima jutaan bersih. Padahal biaya mereka ketika maju jauh lebih besar,” katanya.
Menurut Adhan, sistem penggajian dan pendanaan politik saat ini membuka celah terjadinya jual beli jabatan dan penyalahgunaan proyek daerah.

Pengalaman Pribadi Mengatur Perjalanan Dinas

Adhan juga menyinggung masa ketika dirinya duduk di DPRD Provinsi Gorontalo. Ia mengaku berusaha memperketat perjalanan dinas anggota dewan untuk mencegah pemborosan anggaran.
 “Di DPRD provinsi itu sudah dijatahkan perjalanan keluar daerah. Tapi saya selalu berada di atas, karena saya membawa teman-teman untuk memaksimalkan fungsi pengawasan, bukan sebaliknya,” ungkapnya.

 

Akhiri Sambutan dengan Harapan Besar

Menutup sambutannya, Adhan berharap FGD ini melahirkan rekomendasi konkret untuk memperbaiki kualitas teknis pemilu, meningkatkan integritas penyelenggara, serta menegakkan demokrasi yang lebih sehat di Kota Gorontalo.
 “Saya sangat bergembira atas inisiatif KPU menggelar FGD ini. Kita perlu memperbaiki kualitas pemilihan agar rakyat mendapatkan pemimpin yang benar-benar layak,” pungkasnya. 
Sementara itu, Dalam sambutannya, Ketua KPU Kota Gorontalo Mario S. Nurkamiden menyampaikan bahwa pihaknya terus berupaya meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemilu melalui diskusi yang bersifat terbuka dan partisipatif.
 “FGD ini kami adakan untuk mendengarkan masukan dari seluruh elemen, baik akademisi, politisi, OPD, maupun Bawaslu. Pemilu yang baik tidak lahir dari penyelenggara saja, tetapi dari kolaborasi dan evaluasi bersama,” ujarnya.
(Wan)


Share