Go-Pena Baner

Thursday, 20 November, 2025

Gobel Soroti Budaya Kerja BUMN Karya yang Belum Profesional

Responsive image
Rachmat Gobel

JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI, Rachmat Gobel, menyoroti kinerja dan masa depan BUMN Karya, terutama terkait budaya kerja yang belum profesional, lemahnya efisiensi, serta rendahnya kualitas konstruksi. Pasalnya, pasar telah diproteksi pemerintah selama lebih dari satu dekade, yang membuat BUMN Karya seharusnya mampu mencetak keuntungan signifikan, bukan justru mencatat kerugian dan menghadirkan persoalan struktural.

“Sebetulnya perusahaan ini punya masa depan nggak ya? Kita lihat (BUMN) karya-karya ini punya masalah semua,” ujar Gobel dalam RDP Komisi VI DPR dengan PT Nindya Karya dan PT Brantas Abipraya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/11/2025).Tidak berhenti pada kesalahan investasi masa lalu, persoalannya juga terletak pada budaya kerja yang tidak dikelola layaknya perusahaan modern. Menurut Gobel, banyak BUMN Karya masih bekerja dengan pola pikir birokrasi seperti anggaran harus dihabiskan, bukan dihemat.

Menurut Gobel, pola tersebut jauh dari prinsip efisiensi dan orientasi profit yang menjadi roh perusahaan profesional. “Budaya kerja karya-karya ini tidak seperti perusahaan yang punya budaya korporasi yang bagus. Hampir sama dengan pemerintah, habisin anggaran, bukan ciptakan keuntungan,” ujarnya.

Ia juga menyoroti lemahnya fungsi pengawasan internal, terutama pada aspek keuangan. Menurut Gobel, direktur keuangan seharusnya mampu mengontrol arah perusahaan, memastikan setiap keputusan menciptakan nilai tambah. “Ini menciptakan keuntungan atau malah melarikan keuntungan?” kritiknya.

Tidak hanya soal efisiensi, Gobel juga menyoroti kualitas pengerjaan proyek BUMN Karya yang menurutnya jauh dari standar internasional. Ia membandingkan kondisi itu dengan pembangunan Grand Hyatt oleh kontraktor Korea, yang dinilai menghasilkan kualitas konstruksi yang lebih tahan lama. Sebaliknya, pekerjaan yang dilakukan sejumlah perusahaan karya dinilai cepat rusak dan minim perhatian terhadap aspek lingkungan. Ia mencontohkan toilet fasilitas umum yang sudah bau dalam hitungan bulan serta proyek jalan yang kotor akibat manajemen lapangan yang buruk.

Lebih lanjut, Gobel menilai standar kualitas yang rendah ini menunjukkan bahwa BUMN Karya belum sepenuhnya bertransformasi menuju pendekatan konstruksi modern. Ia menyebut negara lain seperti China sudah mengadopsi sistem manufaktur dan metode knock down yang lebih efisien, sementara BUMN Karya di Indonesia masih terpaku pada metode konvensional. “Kenapa tidak berpikir yang sama? Kalau mau bersaing sekelas Hyundai, ya harus berubah,” tegasnya.

Legislator Fraksi Partai NasDem itu menegaskan, tujuan pengawasan Komisi VI DPR adalah mendorong perbaikan menyeluruh. Ia yakin BUMN Karya masih memiliki kesempatan memperbaiki diri, terutama melalui peningkatan profesionalisme dan tata kelola.
Baginya, standar tinggi yang digunakan merupakan hal wajar mengingat pengalaman panjangnya bermitra dengan Jepang, yang dikenal memiliki standar konstruksi dan efisiensi kelas dunia. 

Menutup pernyataan, Komisi VI DPR menyatakan tetap mendukung proses perbaikan BUMN Karya, namun Gobel meminta manajemen menerapkan transformasi yang nyata agar perusahaan negara itu mampu memberikan kualitas konstruksi yang lebih baik, efisiensi yang lebih kuat, dan budaya kerja yang benar-benar profesional. (*)


Share