Go-Pena Baner
IKLAN
IKLAN

Wednesday, 15 October, 2025

TKD Dipangkas, Wali Kota Adhan Surati Presiden Prabowo Demi Hak Warga Kota Gorontalo

Responsive image
Surat dari Wali Kota Gorontalo Adhan Dambea kepada Presiden Prabowo2

PEMKOT - Wali Kota Gorontalo, Adhan Dambea melayangkan surat kepada Presiden RI, Prabowo Subianto. 
Surat bernomor 800/B.KEU/3145/2025 itu, berisi tentang permohonan peninjauan atas kebijakan pengurangan Transfer ke Daerah (TKD) tahun anggaran 2026 yang dialami oleh Kota Gorontalo. 
Bagi Wali Kota Adhan, kebijakan ini bukan hanya berdampak pada angka-angka fiskal, tetapi lebih jauh lagi menyentuh hak dasar warga negara atas layanan publik yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. 
Oleh karena itu, Wali Kota Adhan menyampaikan beberapa hal melalui surat yang dilayangkannya, yakni:

1. Data dan Fakta Fiskal Kota Gorontalo
Berdasarkan Surat Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Republik Indonesia Nomor :S-62/PW2025 Perihal Penyampaian Rancangan Alokasi Transfer ke Daerah Tahun Anggaran 2026, dimana untuk Kota Gorontalo mendapat Alokasi TKD sejumlah Rp555.101.590,00, angkat ini jika dibandingkan dengan TKD Tahun Anggaran 2025 Sebesar Rp683.085.673.000,00 mengalami penurunan sebesar 18,74 persen atau senilai Rp127.984.083.OOO,OO.
Pemotongan ini terutama terjadi pada Dana Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Umum (DAU), yang sesungguhnya merupakan tulang punggung pembiayaan layanan dasar di daerah. 
Dengan kondisi APBD Kota Gorontalo yang relatif terbatas, pengurangan ini jelas menekan kemampuan fiskal daerah untuk menjalankan pelayanan dasar dan pembangunan.

2. Argumentasi Hukum
Undang-undang nomor 1 tahun 2022 tentang hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah menegaskan bahwa hubungan keuangan pusat dan daerah harus dilakukan secara adil, selaras, dan akuntabel, dengan tujuan utama menciptakan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah (Pasal I, Pasal 2, Pasal 23A UUD 1945). 
Pemotongan TKD secara mendadak, tanpa mekanisme transisi dan tanpa dasar hukum yang jelas, bertentangan dengan asas keadilan fiskal dan kepastian hukum.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah memberikan mandat kepada daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar, antara lain: pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum, perumahan, ketertiban umum, dan sosial (Pasal 12 ayat (l)). 
Pengurangan TKD secara drastis berpotensi menggagalkan pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM), yang merupakan amanat konstitusional.
DBH secara hukum adalah hak daerah sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor I Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 
Pemotongan DBH tanpa kejelasan dasar hukum adalah bentuk pengingkaran terhadap prinsip otonomi daerah.

3. Dampak Fiskal, Sosial, dan Ekonomi
Berpengaruhnya Layanan Dasar Masyarakat, anggaran untuk pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar akan terdampak signifikan. Hal ini berpotensi menurunkan kualitas pelayanan publik dan mengurangi akses masyarakat pada hak dasar mereka.
Tertundanya proyek pembangunan, program strategis daerah seperti perbaikan jalan, jembatan, drainase, dan fasilitas umum berpotensi tertunda atau bahkan batal dilaksanakan.
Turbulensi ekonomi lokal, penurunan belanja pemerintah daerah berisiko menurunkan aktivitas ekonomi, mengurangi daya beli, dan meningkatkan potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor konstruksi dan jasa.
Resentralisasi fiskal, kebijakan pemotongan TKD dapat melemahkan semangat otonomi daerah pasca reformasi 1998

4. Permohonan dan Usulan Solusi
Dengan mempertimbangkan data, dasar hukum, serta dampak yang telah diuraikan.
"Maka kami dengan hormat memohon kepada Bapak Presiden yang kami hormati:
Meninjau kembali kebijakan pengurangan TKD tahun 2026, khususnya pada komponen DBH dan DAU yang bersifat wajib dan mengikat bagi daerah," poin utama dalam surat itu.
Menjamin hak fiskal daerah sebagaimana diamanatkan dalam Undang Nomor I Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dengan tetap memberikan ruang fiskal yang memadai bagi penyelenggaraan layanan dasar masyarakat.
Meningkatkan mekanisme koordinasi pusat dan daerah dalam setiap kebijakan fiskal yang berdampak langsung pada TKD, agar sejalan dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan kepastian hukum.
Mendorong mekanisme transisi yang adil, apabila penyesuaian TKD dianggap perlu, sebaiknya dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan kondisi riil fiskal daerah, agar tidak menimbulkan gejolak sosial-ekonomi di tingkat lokal.
"Bapak Presiden yang kami hormati, Kami menyampaikan surat ini dengan niat tulus untuk menjaga keberlangsungan pelayanan publik dan pembangunan di Kota Gorontalo. Kami percaya, kebijakan fiskal nasional yang kuat harus berjalan seiring dengan keberlanjutan fiskal daerah, sehingga cita-cita pemerataan pembangunan dan keadilan sosial benar-benar terwujud," bunyi poin terakhir dalam surat yang telah dikirimkan ke Sekretariat Negara tersebut. (*)


Share