Go-Pena Baner

Sunday, 08 September, 2024

Polda Gorontalo Ungkap Kasus Penyelagunaan dan Penjualan Bandwidth milik PT. Telkom Tanpa Ijin Kementrian Kominfo

Responsive image
Konferensi pers terkait kasus Penyelagunaan dan Penjualan Bandwidth milik PT. Telkom Tanpa Ijin Kementrian Kominfo, Rabu (24/07/2024)

Gorontalo - (Go-Pena.id) - Polda Gorontalo, Sebanyak tiga orang ditetapkan sebagai tersangka kasus Penyelagunaan dan penjualan bandwith internet Telkom dengan melakukan akses ilegal dan perubahan ke sistem atau jaringan milik PT Telkom.

Ketiga tersangka tersebut yakni, berinisial MM selaku owner (pemodal sekaligus pemilik usaha), sdra. RH selaku teknisi 1 yang melakukan pemeliharaan jaringan dan sdra. AI selaku teknisi 2 yang bertanggung jawab melakukan pemeliharaan serta penagihan uang penjualan voucher.

Pada saat digelar Press Conpress pada Rabu, (24/07/2024) bertempat di Bidhumas Polda Gorontalo di pimpin oleh yang mewakili Kabid Humas, yakni Kaur Penum Subbid Penmas Bidhumas Kompol Heny M. Rahaju, S.H., M.H menjelaskan bahwa tim penyelidik Subdit V Siber Ditreskrimsus memperoleh informasi adanya penjualan kembali fasilitas internet dengan jenis Wifi Manage Service (WMS) yang pada kontrak perjanjian awal antar pihak Telkom dengan pelanggan bahwa fasilitas WMS tidak dapat diperjual belikan kembali, Namun pelaku memperjual belikan bandwidth milik PT Telkom ini dengan cara menggunakan alat mikrotik atau alat untuk membagi bandwidth.

"Adanya kegiatan usaha dibidang jasa jual kembali jaringan internet atau lebih dikenal dengan istilah RT/RW.Net yang dalam praktiknya menjual bandwith jaringan internet milik PT. Telkom Gorontalo, dimana para pelaku usaha ini diduga tidak memiliki izin dari menteri Kominfo dan melanggar Undang-Undang Telekomunikasi yang lebih lanjut telah diatur dalam UU Cipta Kerja, serta adanya dugaan tindak pidana membuat sistem elektronik milik PT Telkom Gorontalo menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya, dan patut diduga melanggar UU ITE," jelas Kompol Heny dalam Press Conpress 

Dikatakan Kompol Heny bahwa menurut keterangan pelaku, kegiatan ini sudah dijalankan sejak tanggal 25 Mei tahun 2020 sampai dengan bulan Januari tahun 2024, sedangkan ditemukan pertamakali adanya pelanggaran pidana dibidang UU Telekomunikasi dan UU ITE adalah pada hari Rabu tanggal 17 Januari.

Diketahui pendapatan pelaku usaha dari menjalankan usaha ini, di Desa Biyonga dan desa Polohungo Kecamatan Limboto, Kabupaten Gorontalo setiap bulannya mencapai Rp. 11.150.000,- (sebelas juta seratus lima puluh ribu) perbulannya, sedangka dari 13 (tiga belas) Desa yang ada di Kecamatan Tolangohula Kab. Gorontalo adalah sebanyak Rp. 35.450.000,- (tiga puluh lima juta empat ratus lima puluh ribu ruplah) perbulan, total pendapatan pelaku usaha perbulannya sebesar  Rp. 46.000.000, (empat puluh enam juta rupiah) setiap bulannya).

"Kasus yang menyebabkan sistem elektronik menjadi tidak berkerja sebagaimana mestinya, pelaku akan dijerat dalam Pasal 47 Jo Pasal 11 Ayat (1) UU RI Nomor 38 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi yang berbunyi Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 600.000.000 (enam ratus juta rupiah),"ungkapnya.***


Share