Oleh : Titi Hawanda Metania Cono
(Mahasiswa Program Doktor Ilmu Lingkungan Universitas Negeri Gorontalo)
SEBELUM diberlakukannya otonomi daerah, banyak kebijakan terkait pengelolaan sumber daya alam di Gorontalo lebih banyak ditentukan oleh pemerintah pusat, sehingga daerah belum memiliki keleluasaan yang memadai untuk mengatur sendiri potensi yang dimilikinya. Setelah adanya otonomi daerah, Provinsi Gorontalo memperoleh ruang gerak yang lebih besar untuk mengelola potensi alam secara lebih sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat. Namun, di balik peluang tersebut, terdapat tantangan besar dalam hal pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan perlindungan lingkungan hidup. Cara pelaksanaan otonomi daerah di Gorontalo sangat berpengaruh terhadap kebijakan pembangunan berwawasan lingkungan serta upaya menjaga keberlanjutan ekosistem. Oleh karena itu, perspektif ini penting untuk memahami keterkaitan antara otonomi daerah dan kondisi ekologi di Gorontalo.
Salah satu dampak langsung otonomi daerah terhadap ekologi adalah bertambahnya kewenangan pemerintah daerah dalam mengelola SDA. Gorontalo memiliki kekayaan alam yang cukup melimpah, seperti hutan, laut, dan lahan pertanian, yang berpotensi besar untuk mendorong peningkatan perekonomian daerah. Namun, apabila pengelolaan dilakukan secara tidak tepat, potensi tersebut dapat dieksploitasi secara berlebihan dan berujung pada kerusakan lingkungan. Misalnya, penebangan hutan yang tidak terkendali atau penangkapan ikan secara berlebihan berisiko merusak ekosistem dan menurunkan kualitas lingkungan. Sektor kehutanan dan perikanan merupakan dua sektor yang sangat bergantung pada keseimbangan ekologi. Di Gorontalo, eksploitasi yang tidak terkendali pada kedua sektor ini berpotensi merusak habitat alami, mengancam keanekaragaman hayati, dan mengurangi kemampuan daerah untuk bertahan dalam jangka panjang. Contohnya, apabila pengelolaan hutan tidak memadai, kerusakan hutan dapat memperburuk kualitas udara dan mengganggu sistem penyediaan air. Di sektor kelautan, overfishing atau penangkapan ikan berlebihan tanpa memperhatikan daya dukung ekosistem laut dapat merusak terumbu karang dan menurunkan stok ikan yang menjadi sumber mata pencaharian banyak masyarakat pesisir.
Sebagai respons atas potensi kerusakan tersebut, Pemerintah Daerah Provinsi Gorontalo telah merumuskan berbagai kebijakan yang berfokus pada perlindungan lingkungan hidup. Salah satu langkah penting adalah penerbitan peraturan daerah yang secara khusus mengatur pengelolaan lingkungan. Peraturan ini tidak hanya mengatur langkah-langkah yang harus dilakukan pemerintah daerah dalam menjaga lingkungan, tetapi juga mewajibkan adanya inventarisasi lingkungan untuk memastikan bahwa setiap kebijakan pembangunan yang diambil tidak merusak ekosistem yang sudah ada. Salah satu contoh kebijakan penting adalah pengaturan mengenai perlindungan ekosistem mangrove. Mangrove di Gorontalo berperan sangat penting sebagai pelindung wilayah pesisir dari abrasi dan banjir, serta sebagai habitat bagi berbagai spesies laut. Pemerintah daerah telah menetapkan regulasi khusus terkait pengelolaan mangrove. Meskipun pada awalnya kawasan mangrove sempat terancam akibat konversi lahan menjadi area budidaya, saat ini upaya pelestariannya telah dilakukan secara lebih terencana dan terkoordinasi. Hal ini menunjukkan bahwa otonomi daerah memungkinkan lahirnya kebijakan yang lebih terfokus dan sesuai dengan kebutuhan lokal.
Selain itu, perencanaan pembangunan di Gorontalo juga mulai mengintegrasikan aspek lingkungan secara lebih mendalam. Dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), terdapat kewajiban untuk melakukan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). KLHS ini bertujuan memastikan bahwa setiap kebijakan, rencana, dan program pembangunan dapat dilaksanakan tanpa mengorbankan keseimbangan ekosistem. Dengan adanya KLHS, pembangunan diharapkan dapat berjalan secara berkelanjutan dan tetap mengedepankan prinsip pelestarian lingkungan hidup. Dalam konteks pelestarian ekosistem, kolaborasi antara pemerintah daerah, masyarakat, dan organisasi non-pemerintah (NGO) menjadi sangat krusial. Di Gorontalo, upaya pelestarian mangrove merupakan salah satu contoh kolaborasi yang cukup berhasil. Sebelumnya, kerusakan mangrove tergolong serius, namun melalui kerja sama antara pemerintah daerah, masyarakat setempat, dan NGO yang bergerak di bidang lingkungan, permasalahan tersebut dapat ditangani dengan lebih baik. Kolaborasi ini menunjukkan bahwa pengelolaan lingkungan tidak dapat diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah, melainkan memerlukan partisipasi aktif masyarakat dan dukungan sektor swasta.
Kawasan konservasi juga memiliki peran penting dalam menjaga keanekaragaman hayati di Gorontalo. Taman Nasional Bogani Nani Wartabone merupakan salah satu kawasan konservasi yang menyimpan kekayaan flora dan fauna yang tinggi. Pengelolaan taman nasional ini memerlukan koordinasi yang erat antara pemerintah pusat dan daerah. Pengelolaan yang baik akan memastikan kawasan konservasi tetap terjaga dan keanekaragaman hayati di dalamnya tetap terlindungi. Selain itu, taman nasional ini juga berfungsi sebagai sarana pendidikan dan penelitian mengenai keanekaragaman hayati yang dapat memberikan manfaat ilmiah maupun ekonomi. Di luar kawasan konservasi, pengelolaan ekosistem lain seperti hutan mangrove dan terumbu karang juga membutuhkan perhatian khusus. Hutan mangrove, yang menjadi habitat bagi banyak spesies laut sekaligus pelindung alami pesisir, harus dikelola secara bijaksana. Sementara itu, terumbu karang di perairan Gorontalo perlu dilindungi dari ancaman kerusakan akibat aktivitas manusia, seperti penggunaan bahan kimia atau praktik penangkapan ikan dengan bahan peledak. Keberlanjutan kedua ekosistem ini sangat ditentukan oleh pengelolaan yang hati-hati dan konsisten.
Pentingnya integrasi kebijakan antara pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan semakin diakui di Gorontalo. Pengelolaan sumber daya alam yang berwawasan lingkungan akan memberikan dampak positif jangka panjang, baik bagi keberlanjutan ekosistem maupun kesejahteraan masyarakat. Pemerintah daerah, masyarakat, dan sektor swasta perlu terus bekerja sama untuk memastikan bahwa pembangunan yang dilakukan tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga menjaga kelestarian alam. Meski berbagai kemajuan telah dicapai, implementasi kebijakan perlindungan lingkungan di Gorontalo masih memerlukan pengawasan yang ketat. Tanpa pengawasan yang efektif, kebijakan yang sudah baik berpotensi diabaikan, sehingga eksploitasi sumber daya alam dapat kembali terjadi. Oleh karena itu, peningkatan kesadaran dan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan menjadi sangat penting. Pada akhirnya, hanya melalui kolaborasi yang kuat dan komitmen bersama, pelaksanaan otonomi daerah di Gorontalo dapat benar-benar mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. (*)