Gorontalo – Pemerintah Kota Gorontalo angkat bicara menanggapi opini kritis yang menyebut tata kelola keuangan daerah “carut-marut” hanya berdasarkan realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Triwulan I Tahun Anggaran 2025. Kritik yang berasal dari seorang individu yang mengklaim sebagai pengamat kebijakan publik itu dinilai tidak berdasar, tidak memahami konteks, dan tidak disampaikan secara profesional, sehingga layak disebut pengamat gadungan.
Juru Bicara Wali Kota Gorontalo, Hadi Sutrisno Daud, menyayangkan opini yang beredar di media tanpa kredibilitas itu. Ia menyebut tulisan tersebut bukan kritik yang konstruktif, melainkan narasi yang sarat kecurigaan dan minim landasan metodologis.
“Kami tidak alergi kritik. Tapi kritik harus didasari analisis objektif, bukan hiperbola yang disebar tanpa data lengkap,” tegas Hadi dalam keterangannya, Senin (12/05/2025).
Menurut Hadi, realisasi PAD Kota Gorontalo sebesar 18,16 persen per Triwulan I adalah angka sementara yang tidak bisa dijadikan acuan mutlak untuk menilai kinerja tahunan. Ia menyebut, berdasarkan data resmi Kementerian Dalam Negeri dalam Rakor Percepatan Realisasi APBD tanggal 8 Mei 2025, banyak kota lainnya bahkan berada di level lebih rendah. Di antaranya, Kota Yogyakarta (9,37%), Kota Subulussalam (7,38%), dan Kota Tual (0,19%).
“Menyimpulkan kehancuran tata kelola hanya dari angka kuartal pertama itu sesat pikir. Apalagi tanpa melihat dinamika fiskal dan ritme belanja daerah,” tegasnya.
Hadi menjelaskan sejumlah alasan mengapa realisasi PAD pada triwulan pertama belum maksimal, antara lain:
Dividen dari BUMD (Bank SULUTGO) belum diterima,
SPPT Pajak Bumi dan Bangunan belum tercetak,
Efek program pemotongan tarif listrik oleh Pemerintah Pusat,
Dan pola belanja daerah yang memang cenderung naik di kuartal dua dan tiga.
Selain itu, ia juga menyampaikan bahwa APBD 2025 disusun pada tahun 2024, sebelum Wali Kota Adhan Dambea kembali menjabat. Anggaran saat itu lebih banyak dialokasikan untuk perjalanan dinas dan konsumsi, sehingga kini tengah direvisi untuk memprioritaskan kebutuhan publik.
“Pak Wali Kota sekarang sedang menyusun ulang anggaran agar lebih menyentuh masyarakat, termasuk honor imam, guru ngaji, pendeta dan tokoh agama lainnya yang berperan menjaga moral masyarakat,” ungkapnya.
Hadi menambahkan, saat ini realisasi PAD sudah meningkat menjadi 27 persen. Ia pun menilai bahwa pengamat bernama Lion tersebut perlu belajar lebih banyak sebelum mengomentari APBD daerah lain.
“Dia bukan warga Kota Gorontalo, tapi terlalu sering mengomentari hal yang dia tidak pahami. Kritik seperti ini justru seperti tong kosong nyaring bunyinya,” tegas Hadi.
Ia juga menyoroti media tempat opini itu dimuat, yang menurutnya tidak mencantumkan struktur redaksi, alamat kantor, maupun penanggung jawab berita. “Ini bukan kritik pers, tapi propaganda berkedok opini,” lanjutnya.
Meski begitu, Hadi menegaskan bahwa Pemkot Gorontalo tetap menjunjung tinggi keterbukaan dan transparansi. Pemerintah membuka ruang dialog dengan seluruh elemen masyarakat maupun insan pers, selama dilakukan secara bertanggung jawab.
“Kami mengajak masyarakat agar tidak mudah terprovokasi opini liar yang justru bisa melemahkan kepercayaan publik terhadap institusi. Mari bangun kritik yang benar, bukan bunyi kosong tanpa isi,” tutupnya. (*)