Oleh : Ir. Rahmat Libunelo. ST.MT
(Pemerhati Transportasi
Pengurus DPP Persatuan Insinyur Indonesia)
Langkah Pemerintah Kota Gorontalo dalam menata sistem transportasi melalui uji coba penerapan satu arah patut diapresiasi. Kebijakan ini menunjukkan keseriusan pemerintah daerah dalam membangun tata kelola transportasi yang modern, efisien, dan berkelanjutan. Lebih dari sekadar penataan arus kendaraan, langkah ini mencerminkan komitmen jangka panjang terhadap keselamatan pengguna jalan dan efisiensi energi kota.
Kebijakan satu arah di koridor Jalan H.B. Jassin yang menghubungkan Simpang Moh. Yamin hingga Simpang Lima Telaga menjadi contoh nyata bagaimana konsep transportasi berkelanjutan mulai diterapkan secara konkret di tingkat kota. Dengan pengaturan arus yang lebih terarah, kebijakan ini dapat mengurangi titik konflik hingga kemaceta, memperlancar pergerakan kendaraan, dan menciptakan keteraturan lalu lintas sebagai fondasi menuju kota modern.
Namun, setiap perubahan sistem lalu lintas membutuhkan evaluasi multidimensi, tidak hanya dari sisi teknis, tetapi juga sosial dan ekonomi. Perubahan arah kendaraan dapat memengaruhi akses warga, sirkulasi ekonomi mikro, hingga kebiasaan perjalanan masyarakat sehari-hari. Karena itu, kebijakan seperti ini sebaiknya disertai kajian ilmiah yang terbuka dan partisipatif, melibatkan akademisi, pelaku usaha, serta masyarakat pengguna jalan.
Selain itu, perubahan arus pada jalan-jalan sekunder yang menjadi jalur alternatif juga perlu diperhitungkan. Peningkatan volume kendaraan pada simpang-simpang berikutnya dapat menimbulkan efek domino tingkat kejenuhan (Degree of Saturation/DS), terutama mengingat karakteristik jaringan jalan di Kota Gorontalo yang berpola grid dengan jarak antar simpang yang relatif pendek. Faktor konstruksi perkerasan jalan alternatif pun penting untuk diperhatikan apakah tebal lapisan pondasi dan perkerasan memadai dalam menampung lonjakan beban lalu lintas baru. Evaluasi ini perlu menjadi bagian integral dari perencanaan teknis agar kebijakan satu arah tidak sekadar memindahkan beban kemacetan, tetapi benar-benar menciptakan sistem mobilitas yang efisien dan aman.
Salah satu ruas penting yang menjadi fokus perhatian adalah Jalan H.B. Jassin. Berdasarkan hasil inventarisasi , pada segmen dari Simpang Moh. Yamin hingga Simpang Lima Telaga, teridentifikasi 11 lokasi persimpangan aktif, terdiri dari 8 simpang tiga lengan dan 3 simpang empat lengan, dengan total 14 titik konflik lalu lintas. Dengan Rinciannya meliputi:
Simpang tiga lengan (8 lokasi):
1. Jl. H.B. Jassin – Jl. Manggis
2. Jl. H.B. Jassin – Jl. Sarini Abdullah
3. Jl. H.B. Jassin – Jl. Palma
4. Jl. H.B. Jassin – Jl. Sudirman
5. Jl. H.B. Jassin – Jl. Sulawesi
6. Jl. H.B. Jassin – Jl. Palu
7. Jl. H.B. Jassin – Jl. Manado
8. Jl. H.B. Jassin – Jl. Beringin
Simpang empat lengan (3 lokasi):
1. Jl. H.B. Jassin – Jl. Jeruk – Jl. Kenangan
2. Jl. H.B. Jassin – Jl. Durian – Jl. Irian
3. Jl. H.B. Jassin – Jl. Salak – Jl. Bali
Pada simpang tiga lengan, potensi konflik yang dominan adalah turning conflict, yaitu pergerakan belok kanan atau kiri yang berpotensi menimbulkan tabrakan sudut dengan arus utama. Jenis konflik ini paling sering melibatkan pengendara roda dua dan menjadi penyebab utama kecelakaan di simpang padat.
Sementara itu, simpang empat lengan cenderung menghadirkan crossing conflict atau pergerakan silang dari dua arah berlawanan yang jauh lebih kompleks. Berdasarkan Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI, 2020), satu simpang empat arah dalam kondisi dua arah dapat menimbulkan hingga 32 titik konflik potensial.
Dengan penerapan sistem satu arah, konflik silang tersebut dapat berkurang 50–70 persen, menyisakan hanya merging dan diverging conflict yang relatif mudah dikendalikan. Secara teknis, pengurangan ini mampu meningkatkan tingkat pelayanan (Level of Service/LoS) dari kategori padat (D) menjadi sedang (B–C), tergantung pada volume kendaraan dan waktu puncak.
Selain menekan angka kecelakaan, sistem satu arah juga memberikan dampak positif terhadap efisiensi energi dan lingkungan. Dengan berkurangnya manuver belok dan berhenti mendadak, kendaraan dapat melaju lebih stabil. Penurunan waktu tempuh sekitar 10–15 persen berpotensi menghemat bahan bakar 8–12 persen, sekaligus menurunkan emisi gas buang dan kebisingan di kawasan perkotaan.
Dari sisi sosial, arus tunggal memberi pengendara prediktabilitas arah, mengurangi potensi tabrakan sudut, serta menciptakan ruang lebih aman bagi pejalan kaki. Ketertiban lalu lintas juga memperkuat kenyamanan sosial dan membangun budaya disiplin di ruang publik kota.
Agar kebijakan ini efektif dan berkelanjutan, lima langkah teknis perlu menjadi prioritas untuk dilakukan kedepan :
1. Penataan Geometrik dan Marka Jalan Menyempurnakan marka arah panah, median ringan, dan penertiban parkir di sekitar simpang dan penyesuaian rambu.
2. Pengelolaan Sinyal Lalu Lintas dengan Menerapkan sistem progressive green untuk kelancaran antar simpang.
3. Analisis Simpang Sekunder dengan Mengevaluasi volume puncak dan tingkat kejenuhan (DS) agar tidak terjadi perpindahan kemacetan.
4. Pemantauan dan Evaluasi Berkala dengan Dilakukan pada minggu pertama, bulan pertama, dan bulan ketiga pasca uji coba.
5. Sosialisasi dan Edukasi Publik Melibatkan warga dan pelaku usaha atau influenser agar melalui medsos informasi pola perjalanan baru dapat di pahami .
Kebijakan sistem satu arah di koridor Moh. Yamin – Simpang Lima Telaga bukan harus di pahami bukan sekadar uji coba lalu lintas, melainkan langkah transformasi menuju transportasi kota yang efisien, aman, dan berkelanjutan. Pemerintah Kota Gorontalo layak diapresiasi karena berani mengambil langkah strategis dalam pembenahan sistem transportasi, meskipun tidak selalu populer di mata publik, karena ada kebiasaan dan kenyamanan yang berubah.
Namun demikian Dengan pendekatan berbasis data, dukungan akademik, serta keterlibatan masyarakat, kebijakan ini dapat menjadi model penataan transportasi perkotaan yang progresif dan inklusif. Penataan arus lalu lintas yang dilakukan dengan mempertimbangkan hirarki pengguna jalan mulai dari pejalan kaki, pesepeda, pengguna transportasi umum, hingga pengendara kendaraan pribadi dapat di terima oleh masyarakat yang beraktivitas di kota Gorontalo. (*)