GORONTALO - (Go-Pena) - Wakil Gubernur Gorontalo Idah Syahidah RH menghadiri kegiatan Karawo dalam Cerita atau Storytelling Karawo, salah satu rangkaian Festival Karawo 2025, Minggu (28/9/2025), di Citi Mall Gorontalo. Acara yang dibuka dengan pertunjukan tarian tradisional itu berlangsung meriah, namun Idah memberi catatan penting terkait penampilan para penari.
Idah menyayangkan tarian pembuka yang tidak menampilkan atribut khas Karawo. “Ini Festival Karawo, seharusnya para penari menonjolkan ciri khas Karawo. Kalau belum bisa mengenakan kostum lengkap, minimal menggunakan selendang atau kipas Karawo,” ujar Idah saat diwawancarai Go-Pena.id, Minggu (28/9/2025)
Pernyataan tersebut sempat menimbulkan ramai di media sosial. Banyak warganet mengira kritik Idah ditujukan pada Karnaval Karawo yang telah berlangsung sehari sebelumnya, Sabtu (27/9/2025). Namun Idah meluruskan, protesnya bukan untuk Karnaval Karawo.
“Saya tidak memprotes Karnaval Karawo. Yang saya maksud adalah tarian pembuka di acara Storytelling Karawo. Ini murni catatan agar setiap rangkaian Festival Karawo tetap menonjolkan kekhasan budaya Karawo,” tegasnya.
Idah menambahkan, festival tahunan ini menjadi kebanggaan Gorontalo dan penting untuk terus mengangkat kekayaan budaya sulaman Karawo agar semakin dikenal luas. Ia berharap ke depan seluruh unsur pertunjukan dapat lebih memperhatikan penggunaan atribut khas, sehingga nuansa Karawo semakin kuat di setiap agenda festival.
Festival Karawo sendiri merupakan agenda tahunan yang menampilkan berbagai seni dan kreasi sulaman Karawo, menjadi kebanggaan budaya masyarakat Gorontalo.
Sementara itu, dalam sambutannya Wakil Gubernur Gorontalo Idah Syahidah Rusli Habibie yang hadir pada kegiatan ini menyampaikan apresiasinya terhadap kreativitas generasi muda Gorontalo yang semakin berani mengekspresikan diri melalui seni dan budaya.
“Dulu orang masih malu memakai Karawo, bahkan bercerita tentangnya. Sekarang, motif dan desainnya semakin beragam dan mendunia. Saya bangga melihat anak-anakku berani menceritakan kisah Karawo, menjadikannya bagian dari kehidupan sehari-hari,” ujar Idah.
Ia menambahkan, membaca puisi maupun bercerita tentang Karawo bukan hanya sekadar kegiatan lomba, melainkan wujud kecintaan sekaligus promosi budaya lokal.
“Puisi dan Karawo sama-sama mengandung nilai seni dan keindahan. Dengan kegiatan ini, Karawo tidak hanya dikenal sebagai kain khas, tetapi juga simbol kearifan lokal yang patut dibanggakan,” ungkapnya.
Pada lomba desain motif Karawo digital sendiri, Idah kagum dengan kreativitas yang ditampilkan para peserta. Menurutnya, desain Karawo kini semakin variatif dan bernilai tinggi. Selain menjadi ajang kreativitas, kegiatan ini juga diharapkan melahirkan duta-duta Karawo dari kalangan pelajar dan masyarakat.
“Anak-anak muda harus bisa menjadi storyteller Karawo. Bagaimana sejarahnya, bagaimana pengrajin bisa sukses, dan bagaimana Karawo menjadi bagian dari pariwisata Gorontalo. Semua ini harus dipromosikan,” tandasnya. (Wan)