Gorontalo — Tokoh muda Gorontalo yang juga mantan Ketua Umum PB HPMIG, Nanda Poha, mendorong penguatan komunikasi dan koordinasi antar pemimpin daerah di Gorontalo seiring munculnya sejumlah dinamika hubungan kerja di beberapa tingkatan pemerintahan. Dinamika tersebut terlihat di Kabupaten Bone Bolango, dalam hubungan antara Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kota Gorontalo, serta pada relasi antara Gubernur dan Wakil Gubernur.
Nanda, lulusan S1 Ilmu Komunikasi Universitas Pasundan yang kini menempuh pendidikan S2 Komunikasi Politik di Universitas Paramadina, menilai bahwa dinamika hubungan antar pemimpin merupakan hal yang wajar dalam sistem politik. Namun ia menekankan pentingnya menjaga alur komunikasi agar setiap perbedaan tidak berkembang menjadi mispersepsi publik.
“Di beberapa daerah, termasuk di Gorontalo, masyarakat sempat mencermati adanya perbedaan ritme komunikasi antar unsur pimpinan. Situasi seperti ini memerlukan ruang dialog yang lebih rutin,” ujar Nanda, Rabu (19/11).
Ia menyebut bahwa hubungan Gubernur dan Wakil Gubernur juga menjadi perhatian publik. Menurut Nanda, muncul persepsi tentang adanya perbedaan pandangan untuk menciptakan jarak antara keduanya. Ia menilai hal itu tidak harus dipandang sebagai ketegangan, tetapi sebagai sinyal perlunya komunikasi yang lebih intensif.
“Setiap pasangan kepala daerah bisa saja memiliki perbedaan pandangan teknis. Tantangannya adalah memastikan tidak ada ruang bagi pihak luar untuk menafsirkan perbedaan itu sebagai ketidaksinkronan,” kata Nanda.
Terkait hubungan antara Gubernur dan Wali Kota Gorontalo, Nanda menyampaikan bahwa keselarasan kebijakan antara provinsi dan kota penting untuk menjaga efektivitas program pembangunan. Menurutnya, beberapa isu yang muncul belakangan dapat dikelola melalui penyelarasan agenda dan pertemuan koordinatif.
“Koordinasi provinsi dan kota harus tetap dijaga. Program lintas sektor memerlukan komunikasi yang konsisten agar tidak menimbulkan kesenjangan persepsi,” ujarnya.
Untuk Bone Bolango, Nanda menyebut bahwa pembelajaran dari pengalaman sebelumnya menunjukkan perlunya struktur komunikasi yang lebih tertata, terutama pada agenda yang membutuhkan kolaborasi antar pimpinan.
Ia menambahkan bahwa Gorontalo sebenarnya memiliki modal sosial untuk menyelesaikan dinamika seperti ini. Salah satunya adalah nilai kearifan lokal dulohupa, yang menempatkan musyawarah sebagai instrumen utama penyelesaian perbedaan.
“Kearifan lokal seperti dulohupa merupakan bagian dari identitas Gorontalo. Prinsip musyawarah itu sangat relevan untuk menjaga keselarasan hubungan antar pemimpin,” kata Nanda.
Ia menyarankan langkah teknis berupa pertemuan rutin, penyelarasan pesan komunikasi publik, peningkatan kehadiran bersama pada agenda strategis, serta penggunaan kanal komunikasi internal untuk mencegah salah tafsir.
“Kepercayaan masyarakat meningkat ketika melihat pemimpinnya berada pada satu garis koordinasi. Konsistensi komunikasi adalah kunci,” ujarnya.
Nanda berharap seluruh pihak menjaga suasana kondusif agar para pemimpin dapat menjalankan tugas tanpa gangguan persepsi.
“Kita perlu memberi ruang bagi pemimpin daerah untuk memperkuat koordinasi. Komunikasi yang terjaga akan memperkuat stabilitas dan mendukung percepatan pembangunan di Gorontalo,” tutupnya. (*)