GORONTALO (Go-pena.id)-Makin majunya perkembangan teknologi kian mempercepat pertukaran informasi digital saat ini, sehingga segala informasi bisa kita akses dengan sangat mudah.
Namun tidak sedikit pula para informasi berupa berita yang bertebaran di media sosial isinya hoax dan fitnah. Hal ini disebabkan oleh para penyumbang informasi itu sendiri. Para penyumbang informasi tersebut terbagi yakni wartawan, individu pengguna media sosial, dan konten kreator.
Konten kreator sendiri adalah salah seorang yang dengan konsisten mengirimkan konten ke media sosial berupa, foto video yang berisi tentang suatu keseharian sehari-hari atau inforamsi tentang sebuah peristiwa. Sifat dari konten kreator ini sendiri tidak memiliki keteraturan informasi, artinya ia bebas mengirimkan apa saja yang menurutnya bernilai masif di media sosial, tanpa memandang informasi tersebut benar atau tida. Sedangkan individu pengguna sosial adalah para masyarakat yang ikut hadir dalam media sosial, individu ini mengkonsumsi semua yang lewat di beranda media sosialnya.
Namun berbeda dengan seoran wartawan. Wartawan ditutut untuk memberikan informasi yang faktual dan teruji kebenarannya, tidak sembarang mengirimkan inromasi. Wartawan terikat pada Kode Etik Jurnalis (KEJ) dan ditutut patuh pada UU No. 40 Tahun 1999.
“Jantung kualitas jurnalisme di Indonesia terletak pada wartawan dan jantung kualitas wartawan ada di kompetensinya,” kata anggota Dewan Pers, Paulus Tri Agung Kristanto, saat dirinya menghadiri Penutupan Uji Kompetensi Wartawan di Provinsi Gorontalo, Sabtu (26/08/2023).
Dirinya mengatakan bahwa lembaga uji di Indonesia harus serius dalam melakukan uji kompetensi wartatan. Pihaknya menemukan ada beberapa lembaga uji di Indonesia yang diberikan hak untuk menguji namun namun tidak pernal melakukan uji kompetensi.
“Kami menemukan dari 31 lembaga uji ternyata ada 6 lembaga uji yang sepanjang dia diberiakn hak untuk menguji, tidak pernah melakukan ujian, jadi kami potong hak lembaga itu untuk menguji” katanya.
Dengan begitu saat ini hanya tinggal 25 lembaga uji kompetensi wartawan di Indonesia, itupun ada 4 yang diberikan peringatan oleh Dewan Pers karena tidak pernah melakukan uji.
Sebagai seorang jurnalis senior ia berharap demokrasi yang sehat bisa diwujudkan melalui seorang wartawan yang berkompeten yang taat pada KEJ dan UU Pers. (Idal)