Gorontalo – Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi (Satgas PPKPT) Universitas Negeri Gorontalo (UNG) menyelenggarakan Workshop Penyusunan Pedoman Pelaksanaan Penanganan Kekerasan di Lingkungan UNG Tahun 2025. Kegiatan ini berlangsung selama dua hari, 11–12 Juli 2025, sebagai upaya membangun sistem perlindungan yang lebih terstruktur dan responsif terhadap tindak kekerasan di lingkungan kampus.
Workshop ini dibuka secara resmi oleh Rektor UNG yang diwakili oleh Wakil Rektor I Bidang Akademik, Prof. Dr. Abd. Hafiz Olii, S.Pi., M.Si. Dalam sambutannya, ia menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan bentuk nyata komitmen UNG dalam menindaklanjuti Permendikbudristek No. 55 Tahun 2024 tentang PPKPT.
“Penyusunan pedoman ini menjadi bagian penting dalam menciptakan UNG sebagai kampus yang aman dan nyaman bagi seluruh sivitas akademika. Pedoman ini akan menjadi panduan teknis bagi Satgas dalam menangani kasus kekerasan, baik yang dialami mahasiswa, dosen, tenaga kependidikan, maupun stakeholder lainnya,” ujar Prof. Hafiz.
Kegiatan ini turut dihadiri oleh Albertus Agus Windarto, S.E., M.M., CFrA, Inspektur Investigasi dari Inspektorat Jenderal Kemdiktiristek. Ia mengapresiasi langkah progresif Satgas PPKPT UNG yang langsung menyusun pedoman pelaksanaan, meski aturan baru ini baru berlaku efektif sejak Oktober 2024, dan Satgas UNG sendiri baru terbentuk pada Mei 2025.
“Kami dari kementerian sangat mendukung inisiatif UNG. Kami berharap Satgas UNG tidak hanya menjadi garda terdepan dalam menangani kasus yang dilaporkan, tapi juga aktif menyosialisasikan Permendikbudristek No. 55 Tahun 2024 ke seluruh elemen kampus agar kekerasan dapat dicegah sejak dini,” ungkap Agus.
Sementara itu, Ketua Satgas PPKPT UNG, Dr. Laksmyn Kadir, M.Kes. menyampaikan bahwa workshop ini menjadi momen penting dalam membangun landasan hukum dan teknis dalam kerja-kerja Satgas ke depan.
“Sejak masa Satgas PPKS, kita belum memiliki pedoman pelaksanaan yang baku. Selama ini kita langsung mengacu ke Permen dalam menangani kasus. Dengan adanya workshop ini, kita berharap segera memiliki dokumen pedoman resmi yang bisa digunakan sebagai acuan kerja yang sistematis dan adil,” jelasnya.
Workshop ini menghadirkan berbagai narasumber dari unsur kementerian, pakar hukum, serta praktisi perlindungan perempuan dan anak, guna memperkuat substansi pedoman yang tengah disusun.
Dengan penyusunan pedoman ini, UNG berharap dapat menjadi contoh bagi perguruan tinggi lainnya dalam membangun ekosistem akademik yang bebas dari kekerasan, serta menjamin perlindungan dan keadilan bagi seluruh warga kampus. (Wan)