Oleh
Sinthiarah Y. Daud
Mardia Bin Smith
Jurusan Bimbingan Dan Konseling
Disalah satu daerah yang ada di Gorontalo yaitu Molalahu ada salah satu tempat keramat atau wisata kebudayaan yaitu Kuburan Duheli’o Pitu Lo’Lango.Menurut masyarakat sekitar pada akhir abad ke-15 di wilayah Kerajaan Limboto yang membentang dari Dehuwalolo sampai Uwanengo dari Bilato sampai Boliyohuto pegunungan dikerajaan Limboto yang pusatnya berada dipinggiran Danau Limboto. Dimana kerajaan itu mengalami kekosongan kekuasaan seorang raja. Pada saat itu raja ditinggal meninggal oleh rajanya dan para pemangku adat (Bate) menggelar musyawarah dibandayo poboide untuk memilih seorang raja. Maka oleh pemangku adat mengerucutlah satu nama yang memenuhi persyaratan seorang raja yang masih ada darah keturunan raja dan bangsawan limboto, beliau adalah Tepoli Duhelo orang mengenalnya yang merupakan suadara laki-laki dari Moliye., Maka disepakatilah waktu untuk berkunjung kerumah Lepoli Duhelo, para pemangku adat dan pembesar negeri menyampaikan kepada Poli Duhelo bahwa dia terpilih dan dipilih oleh Bandayo Poboide menjadi raja Limboto. Para pemangku adat dan pembesar negeri Kerajaan Limboto mendapatkan penolakaan secara halus dari Tepoli Duhelo dengan alasan beliau lebh mementingkan ilmu kebatinanya dan menyebarkan Agama islam dikerajaan limboto.
Beberapa hari kemudian Tepoli Duhelo meninggalkan rumah kediamanya bersama pengikutnya menuju kearah barat ari pusat kerajaan, Sesampainya disebuah sungai Molalahu dia dan pengikutnya menyusuri sungai, melewati perbukitan, dan pegunungan hingga sampailah disebuah wilayah yang mereka namai tupelo yang artinya pilotumapala lotau yang dalam bahasa indonesianya adalah daerah yang pertama kali dibuka untuk wilayah pemukiman. Lambat laun daerah itu dikenal sebagai Tomilito yang pusatnya ditupalo.Sementara itu setelah Tepoli Duhelo meninggalkan kerajaan maka terjadi perdebatan antar pembesar negeri dan para Bate, Apakah mereka tetap menunggu Tepoli Duhelo kembali atau atau memilih kembali raja baru, dan disepakati dipilihlah raja baru melalui sidang adat yang dipimpin oleh para bate, dan akhirnya mereka sepakat memilih Moliye sebagai ratu dikerajaan Limboto (Limutu) .
Kerajaan Limboto berangsur aman dan kondusif setelah dilantiknya raja atau ratu yang baru, Tepoli Duhelo dan para pengikutnya yang mendiami wilayah Tupalo hidup dan menyebarkan agama islam diwilayah Linula Tomilito. Karena tingkat keimuan agama dan kebatinan yang dimiliki serta kesabaran yang teramat sangat, Maka oleh penduduk sekitar dia diberi gelar Te duheli’o pitu lo’ lango yang kuburanya berada diwilayah bongongowa ditupalo. Wilayah ini berada diperbukitan dikawasan hutan lindung Ayumolingo dan para peziarah memberi tanda kuburan dengan sebuah batu nisan yang berasal dari pinggiran sungai molalahu.
Menurut masyarakat sekitar pada tahun 1970 kubur le duheli’o pitu lo’ lango hendak dipagar oleh pemerintah dari peziarah, tetapi anehnya setelah dipagar kuburanya, terjadilah banjir bandang dan lebih rumitnya lagi batu nisan yang menjadi penanda bersama pohon nantu tersebut hanya miring 90 derajat dari permukaan air sungai, setelah beberapa waktu kemudian pohon nantu tersebut berdiri tegak dan aliran sungai menjauh dari kompleks pekuburan. Sampai saat ini kuburan tersebut tidak bisa direnovasi atau dibuat permanen oleh siapapun, sebagai penanda bahwa dilokasi tersebut merupakan sebuah makam seorang penyebar agama dan Aulia terkubur. Sebab menurut cerita Tepoli duhelo atau te Duheli’o Pitu lo’lango meninggalkan urusan keduniaan dan berfokus pada urusan keagamaan, sehingga kuburanya pun sangatlah sederhana bahkan daun-daun diatas kuburanya seolah-olah tidak pernah berjatuhan, Penduduk wilayah molalahu pun jarang membersihkan kuburan tersebut, Tetapi ada yang janggal kuburanya bersih dari rerumputan dan dedaunan dari pohon-pohon yang ada dikuburan tersebut. Jadi duheli’o pitu lo’lango itu diambil dari nama gelar Tepoli Duhelo. Dan tulisan diatas merupakan salah satu sejarah tentang Tepoli Duhelo sampai dia wafat dan kuburanya menjadi salah satu tempat keramat di Molalahu. Dan saat ini masih sering di ziarahi masyarakat sekitar atau sesepuh yang mengetahui sejarah dari kuburan itu. (*)