Go-Pena Baner
IKLAN
IKLAN

Monday, 09 June, 2025

Pemulihan Ekonomi Neokapitalisme (PEN): Kegagalan Rencana Pemulihan Ekonomi

Responsive image
Alkaf Prayoga (Mahasiswa IAIN Sultan Amai Gorontalo/kiri) dan Fanridhal (Aktivis Gorontalo/kanan)

GO-PENA.ID-Rencanan Pemerintah Pusat dalam rangka memulihkan ekonomi secara nasional akibat babak belur pasca pandemi covid-19 sayangnya tidak teroptimalisasi dengan maksimal. Situasi krisis akibat runtuhnya ekonomi rakyat menjadi target utama program Pemulihan Ekonomi Nasional.

Miliaran anggaran digelontorkan negara untuk mendukung jalannya program yang menjadi nafas terakhir masyarakat itu, namun sayangnya hanya menjadi ladang basah bagi segelintir elit politik dan kapitalis skala nasional hingga lokal.

Asal tahu saja, keadaan ekonomi Indonesia pada awal tahun 2020 masih lebih bagus di tingkat regional maupun dunia. Beberapa negara mengalami kontraksi yang sangat dalam, Singapura misalnya, mengalami kontraksi sebesar 41,2%, Amerika Serikat diperkirakan sekitar 10%, dan Inggris sekitar 15%. Sementara itu, Bank Dunia saat itu memprediksi ekonomi global pada tahun 2020 akan mengalami kontraksi sebesar 5,2% dan Indonesia 0,3%, merupakan negara kedua terbaik ekonominya sesudah Vietnam yang diperkirakan pertumbuhan ekonominya positif.

Hanya saja perbandingan angka di atas hanya sandingan negara tetangga yang terbilang maju. Secara internal, Indonesia sendiri mengalami disrupsi ekonomi habis-habisan, banyak masyarakat dipaksa gulung tikar dari sumber penghasilannya, dan terpaksa kalang kabut mencari keseimbangan ekonomi baru.

Atas keadaan yang menyayangkan itu, pemerintah pusat mengambil kebijakan pemulihan ekonomi yang holistic. Dimana pelaksanaan kebijakan tersebut harus didukung oleh pemerintah daerah. Artinya pemerintah daerah (Pemda) mempunyai peran strategis dalam mendorong percepatan dan efektivitas pemulihan ekonomi nasional. Pemda memahami struktur ekonomi daerah, demografi, dan kondisi sosial ekonomi masyarakatnya. Di samping itu, kebijakan APBD dapat disinergikan untuk mendorong percepatan pemulihan ekonomi di daerah.

Politisasi  PEN: Pengkhianatan kepada Masyarakat?

Dugaan politisasi dana PEN di Gorontalo (pada khususnya) adalah pengkhianatan yang merugikan masyarakat. Dana yang semestinya digunakan untuk membangkitkan perekonomian yang lesu dan membantu masyarakat yang membutuhkan, malah dimanfaatkan untuk kepentingan politik. Ini adalah tindakan yang tidak etis dan menciderai prinsip keadilan sosial. Para pemimpin yang bertanggung jawab harus dikecam karena telah mengabaikan kepentingan masyarakat demi kepentingan politik pribadi.

Proyek pengerjaan Jalan Eks Panjaitan yang dimulai sejak tahun 2020 misalnya, hingga kini masih terbengkalai alias mati. Banyak pihak yang angkat bicara melayangkan kritik kepada pemerintah atas ketidak ‘becusan’ proyek ini. Niat ingin memperbaiki ekonomi malah memperparah. Bagaimana tidak, bisa dibilang jalan Eks Panjaitan atau Nani Wartabone itu  menjadi salah satu lintas pusat perputaran ekonomi di Kota Gorontalo. Mulai dari UMKM, sektor jasa, transportasi, semuanya melintasi jalur perdagangan tersebut, yang kini pengerjaannya berhenti meninggalkan tanda tanya besar.

“Torang so resah, pasalnya sudah setahun toko kami tutup,” ujar salah satu pedagang di area Jalan Panjaitan yang tidak mau menyebutkan namanya.

Pengalokasian Dana yang Tidak Terarah Membuktikan Kegagalan Pemerintah Daerah

Dana PEN di Gorontalo tampaknya hilang di tengah jalan. Meskipun diumumkan sebagai upaya pemulihan ekonomi, kenyataannya tidak ada perubahan yang signifikan. Banyak masyarakat yang masih hidup dalam kesulitan ekonomi yang sama, malahan bertambah. Sementara PEN berputar-putar tanpa memberikan manfaat nyata.

Pada mulanya kebijakan ini sekilas terbilang cerdas dan solusif, namun dalam pelaksanaannya jauh dari target yang diharapkan. Permasaalahan besarnya terdapat pada peran daerah yang secara mandiri akan menanggung hutang besar akibat pinjaman dana PEN. Keadaan daerah yang minim PAD kini terpaksa masuk dalam pusaran ekonomi neokapitalisme.

Mirisnya lagi, rakyat harus terpaksa menelan mentah-mentah kenyataan bahwa yang dipulihkan bukanlah ekonomi rakyat, tetapi ekonomi neokapitalis.


Share