Go-Pena Baner

Thursday, 09 October, 2025

Kunker ke Gorontalo, Komisi X DPR RI Tampung Aspirasi Pemprov

Responsive image
Foto bersama Komisi X DPR RI dengan Pemerintah Provinsi Gorontalo

Senin 24 Oktober 2022

PEMPROV - Tim kunjungan kerja Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menerima sejumlah aspirasi oleh Pemerintah Provinsi Gorontalo. Sejumlah aspirasi tersebut diantaranya mengenai pendidikan, riset, olahraga dan kepariwisataaan.

Masing – masing stakeholder terkait menyampaikan aspirasinya pada Rapat Kerja Kunjungan Komisi X DPR RI dalam rangka Masa Reses 1 tahun sidang 2022 – 2023 bertempat di Aula Rumah Jabatan Gubernur, Kota Gorontalo, Senin (24/10/2022). Rapat turut dihadiri dan dipimpin oleh Penjabat Gubernur Gorontalo Hamka Hendra Noer.

Adapun beberapa masukan yang menjadi sorotan Komisi X DPR RI seperti penambahan Program Indonesia Pintar (PIP), kurangnya industri di daerah untuk pelaksanaan Merdeka Belajar – Kampus Merdeka (MBKM), serta pembangunan sport center. Selain itu adapula promosi pariwisata yang harus lebih ditingkatkan.

“Untuk melaksanakan pemerintahan provinsi tentu sangat membutuhkan support, maka dari itu kelihatannya ini harus dikeroyok oleh beberapa stakeholder baik itu sifatnya pemerintah, pengusaha, dan para tokoh tokoh nasional untuk duduk bersama dan mengatakan bahwa Gorontalo membutuhkan uluran tangan dari stakeholder yang lainnya” ungkap Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf Macan Effendy.

Ketua Tim Kunjungan Kerja Dede Yusuf menyampaikan, untuk penambahan PIP saat ini sedang didorong untuk ditambahkan kuotanya di tahun depan pada setiap sekolah dan perguruan tinggi. Sedangkan mengenai pelaksanaan MBKM, ia menjelaskan jika program tersebut tidak bisa dijalankan maka tidak perlu dipaksakan dan bisa dirubah.

Dede menambahkan, kurikulum ini juga belum memiliki peraturan yang jelas, belum dicanangkan pada undang – undang, dan masih merupakan project base. Saat ini, Komisi X DPR RI sedang memantau dan mengevaluasi seperti apa hasil dari program tersebut.

“Kurikulum apapun bentuknya tidak bisa dilihat outputnya dalam waktu satu dua tahun, membutuhkan 5 sampai 10 tahun baru kelihatan apakah itu bermanfaat atau tidak. Jika lebih banyak keluhan berarti programnya tidak jalan dan bisa kita robah, tapi kalau program ini bisa diadopsi dengan baik mungkin bisa kita pertahankan,” jelas Dede.


Share