Gorontalo Utara – Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Gorontalo Utara berubah menjadi panggung skandal memalukan. Tujuh orang resmi ditahan Polres Gorut atas dugaan praktik politik uang—enam di antaranya adalah kepala desa aktif yang seharusnya menjadi teladan demokrasi di tingkat akar rumput.
Penahanan dilakukan pada Jumat (16/5) dini hari, ketika warga masih terlelap. Dalam operasi senyap yang menghebohkan, tim Satreskrim Polres Gorut menciduk para pelaku dan mengamankan mereka di dua tempat terpisah—enam orang ditahan di Mapolres Gorut, dan satu orang lainnya dititipkan di Polsek Kwandang.
“Kami telah menahan tujuh tersangka. Mereka kini resmi menjadi tahanan dalam kasus politik uang PSU,” tegas Kasat Reskrim Polres Gorut, AKP Muhammad Arianto, S.T.K., saat memberi keterangan pers dengan nada serius yang di kutip dari Gotimes.id (anggota JMSI Gorontalo)
Yang mengejutkan, enam dari tujuh tersangka adalah kepala desa dari Kecamatan Atinggola. Mereka adalah HA (Kades Olohuta), AP (Kades Bintana), HD (Kades Buata), IT (Kades Imana), KVG (Kades Sigaso), dan RD (Kades Pinontoyonga). Satu tersangka lainnya, berinisial SP, merupakan warga sipil dari wilayah yang sama.
Penahanan dijadwalkan berlangsung hingga 19 Mei. Polisi bergerak cepat mengingat tenggat waktu hukum yang mendesak. “Kami langsung melakukan pemberkasan setelah pemeriksaan intensif semalam, dan proses penahanan kami laksanakan pagi ini,” kata Arianto.
Yang lebih menggegerkan, dari pengakuan para tersangka, terungkap bahwa uang yang digunakan untuk membeli suara rakyat itu berasal dari seorang yang berinisial “L”. Nama ini sebelumnya mencuat dalam sidang TSM Bawaslu Provinsi Gorontalo, dan kini menjadi sorotan tajam publik.
Para tersangka dijerat Pasal 187A ayat (2) juncto Pasal 73 ayat (4), subsider Pasal 188 juncto Pasal 71 dan 55 UU Pilkada. Ancaman hukumannya tidak main-main—minimal 3 tahun dan maksimal 6 tahun penjara.
“Pemberi dan penerima suap sama-sama bersalah menurut undang-undang. Tidak ada toleransi. Karena itu, penahanan kami lakukan terhadap semuanya,” tegas Arianto, dengan sorot mata tajam penuh keseriusan.
Namun drama belum usai. Empat nama lainnya yang turut dilaporkan dalam kasus ini masih buron. Tim Resmob Polres Gorut kini tengah memburu mereka ke berbagai penjuru wilayah. “Kami tidak akan berhenti. Tim kami terus bergerak. Mudah-mudahan dalam waktu dekat para buronan ini bisa kami temukan,” pungkasnya.
Skandal ini menjadi noda hitam dalam proses demokrasi di Gorontalo Utara. Publik pun kini menanti: akankah keadilan benar-benar ditegakkan, atau akan ada lagi babak kelam berikutnya. (Wan)