Go-Pena Baner
IKLAN
IKLAN

Sunday, 19 October, 2025

Dari Anak Nelayan di Pinggiran Danau Limboto, Kini Jadi Guru Besar Statistika UNG

Responsive image
Prof. Dr. Ismail Djakaria, M.Si

Gorontalo – Siapa sangka, anak nelayan kecil dari pinggiran Danau Limboto kini berdiri gagah di podium Sidang Senat Terbuka Universitas Negeri Gorontalo sebagai Guru Besar. Dialah Prof. Dr. H. Ismail Djakaria, M.Si., sosok rendah hati yang resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar Statistika/Matematika Fakultas MIPA UNG, dengan kepakaran Analisis Runtun Waktu.

Dalam pidato ilmiahnya bertajuk "Membangun Masa Depan dengan Statistika: Metode Analisis Runtun Waktu", Prof. Ismail mengajak audiens untuk memahami bagaimana data, statistik, dan prediksi menjadi fondasi masa depan yang cerdas. Ia menjabarkan peran vital statistika dalam menangani isu-isu global seperti inflasi, perubahan iklim, hingga prediksi pandemi dan ketahanan pangan.

Namun lebih dari sekadar teori, orasinya adalah kisah nyata tentang perjalanan panjang yang dimulai dari perahu kecil di Danau Limboto hingga ruang akademik tertinggi di UNG. “Saya lahir dari keluarga nelayan di pinggiran danau. Hidup kami sederhana. Tapi orang tua saya mengajarkan satu hal: jangan pernah berhenti belajar,” ungkapnya dengan suara bergetar.

Kisah hidup Prof. Ismail adalah pengingat kuat bahwa ilmu bisa mengangkat siapa saja, dari mana pun asalnya. Dari anak kampung yang akrab dengan riak air dan jala ikan, kini ia menjadi ilmuwan yang membaca gelombang data untuk masa depan bangsa.

Rektor Universitas Negeri Gorontalo, Prof. Dr. Eduart Wolok, S.T., M.T., memberikan apresiasi mendalam atas pencapaian ini. “Prof. Ismail bukan hanya Guru Besar, beliau adalah simbol harapan. Beliau membuktikan bahwa UNG adalah rumah bagi siapa saja yang ingin berjuang melalui ilmu,” ucap Rektor dengan bangga.

Dalam orasinya, Prof. Ismail memperkenalkan berbagai metode mutakhir seperti ARIMA, SARIMA, hingga LSTM dan DeepAR dalam memprediksi fenomena kompleks. Bahkan model yang ia kembangkan telah digunakan dalam memproyeksikan kemiskinan, produksi ikan nike, hingga penanganan COVID-19.

Menutup pidatonya, Prof. Ismail menyampaikan penghormatan penuh cinta kepada istri, anak-anak, dan kedua almarhum orang tuanya. “Saya berdiri di sini bukan hanya karena buku dan angka. Tapi karena doa ibu saya yang tak pernah lelah, dan kerja keras bapak saya yang tak kenal lelah mendayung perahu demi masa depan anaknya.”

Kini, dari tepian Danau Limboto hingga ruang sidang akademik, jejak langkah Prof. Ismail Djakaria menjadi inspirasi bagi anak-anak Gorontalo dan Indonesia: bahwa siapa pun, bahkan anak seorang nelayan, bisa menjadi Guru Besar—asal tidak berhenti bermimpi dan belajar. (Wan)


Share