Oleh
Muh Amir Arham (Pengamat Ekonomi, Fakultas Ekonomi UNG)
Kabupaten Pohuwato ibarat manusia ia akan memasuki usia transisi menuju dewasa, tahun ini genap 21 tahun. Secara fisik makin ranum, terus mempersolek dirinya agar mendapatkan perhatian (dilirik), apalagi kabupaten paling barat di wilayah Provinsi Gorontalo memiliki luas wilayah hampir separuh dari provinsi ini. Memiliki potensi sumber daya alam (SDA) yang melimpah dan kaya keanekaragaman hayati, selain itu lahan pertanian cukup luas sehingga daerah ini menjadi salah satu penghasil komoditi jagung terbesar di Gorontalo, potensi perikanan tangkap, perikanan budidaya dan perikanan darat. Kedepan Pohuwato juga dapat menjadi lumbung pangan nasional, keberadaan Bendungan Randangan berpotensi mengaliri lahan sawah sekitar 9.000 ha. Disamping itu Pohuwato terletak di langit-langit Teluk Tomini, teluk yang terletak digaris Wallace-Weber, kawasan segi tiga terumbu karang dunia, di dalamnya juga terdapat ratusan spot penyelaman kelas dunia.
Belakangan kekayaan SDA Pohuwato yang fenomenal dibicarakan banyak kalangan, yaitu emas, diperkirakan sumber daya mineral emas di Gunung Pani sekitar 275,8 juta ton dengan kadar 0,75 g/t emas yang mengandung 6,63 juta ounces emas. Kendati aktifitas penambangan di Pohuwato bukan hal baru, ia telah ada sejak zaman Belanda, pasca kompeni minggat kegiatan penambangan dilanjutkan oleh masyarakat lokal (tambang rakyat). Potensi sumber daya mineral di Pohuwato bukan hanya emas, diperkirakan juga terdapat perak, tembaga, nikel dan besi.
Hanya saja potensi SDA yang tersedia selama puluhan tahun belum dapat memperbaiki kesejahteraan masyarakat, kendati secara fisik pembangunan Pohuwato mengalami kemajuan pesat. Tingkat kesejahteraan, misalnya diukur dengan angka kemiskinan. BPS mencatat angka kemiskinan Kabupaten Pohuwato sebesar 17,64 % di tahun 2023, posisi angka tersebut akan menjadi kendala target capaian RPJPD Provinsi di tahun 2045 sebesar 0,35 % atau menuju poverty zero dalam target RPJPN.
Dengan potensi yang dimiliki, tidak heran kini Pohuwato mulai jadi rebutan untuk menjadi tujuan utama investasi di Gorontalo, perkebunan sawit, pabrik pelet kayu dan pengolahan emas. Kehadiran investor tersebut untuk mengolah komoditi pertanian dan SDA agar memiliki nilai tambah, dan diharapkan memiliki dampak ekonomi yang luas untuk mempercepat penurunan angka kemiskinan.
Belajar dari pengalaman daerah lain yang memiliki kawasan tambang dan kegiatan smelter, peningkatan kesejahteraan tidak dengan sendirinya tercipta. Misalnya Kabupaten Morowali, terdapat kawasan pengolahan nikel terbesar di Asia Tenggara, pada saat belum dibangunnya smelter nikel angka kemiskinan sebanyak 17,25 % dan di tahun 2023 menurun 12,31 %. Sekalipun terbaca angka kemiskinan menurun, hanya saja penurunannya terbilang kecil tidak sampai 5 % selama 10 tahun, atau bersamaan dengan beroperasinya smelter di Morowali. Belum lagi penduduk miskin sudah terbagi dua seiring dengan pembentukan Kabupaten Morowali Utara terpisah dari Morowali induk.
Melihat fenomena serupa banyak terjadi di daerah lain, kaya SDA tetapi penduduknya banyak yang miskin. Indikasi ini juga sebetulnya sudah terbaca di Kabupaten Pohuwato, potensi SDA yang tersedia belum seluruhnya dapat dijangkau secara merata oleh penduduk setempat sehingga angka kemiskinan masih tinggi. Disaat yang sama dampak terhadap perbaikan kualitas SDM juga belum optimal, misalnya capaian IPM Pohuwato di bawah rata-rata nasional, provinsi dan daerah lainnya di Gorontalo, APM SLTA masih terhitung rendah, malahan APM jenjang pendidikan tinggi hanya mencapai 16,09 persen, paling rendah diantara enam kabupaten/kota. Bilamana melihat kondisi tersebut, pembangunan yang sementara berjalan maupun kegiatan investasi dapat dipastikan bahwa kesiapan sumberdaya manusia di Kabupaten Pohuwato untuk berpartisipasi di pasar kerja tidak akan berjalan sesuai harapan. Apalagi jenis investasi yang telah mulai beroperasi saat ini membutuhkan tenaga kerja terampil, dengan profil pendidikan yang tersedia dipastikan tidak dapat bersaing di pasar kerja formal.
Menghindari Penyakit Belanda:
Sebagai daerah yang memiliki kekayaan sumber daya mineral, kegiatan pertambangan mulai dalam tahap konstruksi, itu berarti sebentar lagi akan masuk tahap eksplorasi dan eksploitasi. Sumbangan sektor pertambangan akan meningkat, sekaligus secara perlahan menggeser struktur tenaga kerja. Sekalipun kemungkinan sebagian tenaga kerja tidak tertampung di pegolahan, namun aktifitas lain yang terkait dengan eksploitasi membutuhkan tambahan tenaga kerja low skill. Bisa jadi sebagian dari mereka sebelumnya buruh tani bergeser ke sektor tambang, akibatnya tenaga kerja pertanian menyusut, padahal sektor pertanian di Pohuwato potensinya besar. Pembangunan bendungan Randangan sejatinya dapat meningkatkan produksi beras di Gorontalo, sekaligus berfungsi sebagai buffer stock beras di Kawasan Teluk Tomini, bahkan tidak menutup kemungkinan berfungsi sebagai kawasan pangan untuk menopang kebutuhan beras di IKN.
Sejauh ini kontribusi sektor pertanian masih dominan terhadap pembentukan PDRB sebesar 57,35 % di tahun 2023 dan sektor pertambangan kurang dari 1 %. Sumbangan sektor pertambangan kecil karena perusahaan yang sudah mendapat izin masih dalam tahap konstruksi, dua tahun kedepan dipastikan sudah masuk tahap eksplorasi dan eksploitasi. Perlahan mesin ekonomi di sektor ekstraktif mulai berputar, membutuhkan tenaga kerja tambahan, kebutuhan penunjang operasional lainnya. Maka dipastikan sektor pertambangan mulai meningkat kontribusinya dalam pembentukan ekonomi Pohuwato. Pada situasi seperti itu, sektor pertambangan akan booming. Pengalaman beberapa negara dan daerah penghasil tambang, booming komiditi tertentu (ekstraktif) selain menggeser tenaga kerja, perhatian pemerintah akan berfokus kebijakannya ke sektor tersebut. Sektor potensi perlahan kurang mendapat perhatian, akibatnya makin tidak kompetitif. Untuk pemenuhan kebutuhan mendatangkan dari luar daerah (impor), gejala seperti ini disebut Dutch Disease.
Apa itu Dutch Disease (penyakit Belanda)? Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh majalah mingguan The Economist pada tahun 1977, disebut penyakit Belanda karena sebelumnya negara kompeni ini mengandalkan industri manufaktur dan pertanian sebagai penggerak ekonomi. Diakhir 1960-an, Belanda menemukan cadangan gas di Groningen, yang terbesar di Eropa. Membawa rezeki nomplok bagi Belanda, ekspor meningkat membuat kas negara Belanda gemuk. Berkah gas itu pula membawa dampak lain, arus modal kincir angin ini bergeser dari manufaktur dan pertanian ke booming ekonomi ekstraktif. Tenaga kerja juga turut mengikuti pergeseran sektor ekonomi, perlahan mereka meninggalkan pekerjaan di sektor industri dan pertanian. Akibatnya ekspor non migas Belanda menjadi lebih mahal, tidak kompetitif. Dampak lebih lanjut, barang impor lebih murah pada akhirnya seluruh komoditi non migas terpukul dengan importasi. Intinya, penyakit Belanda merujuk pertumbuhan pesat sektor ekonomi tertentu, biasanya sektor ekstraktif, yang berdampak pada pelemahan sektor yang lain (lagging export sector).
Agar penyakit Belanda tidak mewabah, pemerintah daerah tetap perlu memberikan perhatian pengembangan sektor basis. Pohuwato harus didesain sebagai lumbung pangan nasional, Bendungan Randangan dioptimalkan fungsinya dengan melanjutkan pencetakan sawah baru dalam rangka meningkatkan produksi beras, sebab areal persawahan di daerah lain terus menyusut luasannya. Apalagi saat ini kebutuhan beras terus meningkat, sudah barang tentu harganya diperkirakan terus melonjak. Sembari mengoptimalkan sektor kelautan dan perikanan maupun tanaman perkebunan lainnya. Sejalan dengan itu peningkatan kualitas SDM perlu terus digenjot, sebab selain APM SLTA terbilang rendah juga ada gejala menurunnya APM SLTA, itu artinya selepas dari bangku SLTP, sebagian tidak lagi melanjutkan pendidikan ke jenjang SLTA. Penurunan ini pemerintah daerah perlu memastikan, mereka kemana apakah karena orang tuanya tidak mampu membayar sekolah atau justru menjadi pekerja di kegiatan pertambangan tradisional?. Pemerintah daerah perlu memberi perhatian kepada kelompok ini, dengan tetap mengedepankan pendidikan (mendorong peningkatan APM), serta memberikan bekal keterampilan agar dapat terserap di pasar kerja formal. Selamat HUT ke 21 Bumi Panua!