Go-Pena Baner

Thursday, 19 September, 2024

Literasi dan Sastra untuk Kemajuan Bangsa

Responsive image
Zulkipli Tanipu

Oleh : 

Zulkipli Tanipu - Dosen Universitas Negeri Gorontalo

 

Tingkat Literasi, Budi Bahasa, dan Kualitas Sastra sangat berpengaruh terhadap kemajuan peradaban. Bangsa yang beradab, maju, inovatif, dan demokratis adalah bangsa yang memiliki tingkat literasi, bahasa, dan sastra yang maju dan berkualitas. Peradaban yang maju ini hanya bisa dimulai melalui tradisi membaca yang terus dikembangkan. Tradisi membaca merupakan salah satu kunci untuk memajukan peradaban bangsa.

Akan tetapi, tradisi membaca di Indonesia seakan satgnan di Indonesia. Hasil penghitungan Indeks Literasi membaca atau Alibaca memperlihatkan bahwa angka rata-rata Indeks Alibaca Nasional masuk dalam kategori aktivitas literasi rendah, yaitu berada di angka 37,32. Padahal, di Eropa, tradisi membaca ini terus dipelihara lewat kebiasaan membaca reading habit di dalam keluarga dan sekolah serta komunitas membaca reading society. Jika kita ingin secepat-cepatnya memajukan peradaban Indonesia maka satu-satunya jalan adalah memperbaiki kebijakan dan pendekatan kita terhadap literasi, dan tentu saja sastra menjadi motor utama.

Jika kita telaah ke belakang, para pendiri bangsa memiliki tingkat literasi tinggi. Bahkan, para pendiri bangsa kita adalah sastrawan. Para Founding Father kita mampu menggerakkan massa serta mampu menyatukan bangsa melalui narasi-narasi besar, jelas, dan punya daya pikat atau magnet yang kuat. Kekuatan narasi yang disampaikan tentu adalah hasil dari tingkat literasi dan apresiasi terhadap sastra yang tinggi.  

Lebih lanjut, perkembangan digital saat ini menunut penyesuaian di berbagai bidang. Hal ini tentu berlaku pula untuk Literasi dan Sastra. Upaya peningkatan literasi dan apresiasi satra pada era digital harus menyesuaikan dengan media sebagai alat penyampai konten atau pesan. Saat ini, Sebagian besar masyarakat Indonesa yang berusia 10 tahun ke atas cenderung menyukai media digital audio-visual dibanding media lain seperti koran dan buku sebagai alat pembelajaran sastra. Untuk itu, pola pengajaran sastra dan upaya peningkatan literasi di Indonesia wajib bermigrasi ke model Audio Visual, yaitu dengan memanfaatkan IT dan sosial media.

Sastra yang ada saat ini harus diproduksi menyesuaikan dengan calon pembaca generasi tiktok. Konten-konten Sastra yang akan disampaikan harus dalam bentuk digital. Kontennya bisa dibuat lewat video cerita atu pun audio book sehingga lebih mudah dipelajari oleh para calon pembaca sastra. Sastra harus diajarkan sejak masa kanak-kanak dan harus selalu jadi bagian dalam proses edukasi di semua jenjang pendidikan. Pembelajaran sastra harus bisa terintegrasi dengan mata pelajaran lain agar proses pembelajaran di kelas menjadi lebih menyenangkan dan tidak terasa seperti sedang belajar. Dalam kajian Psycholinguistics, membaca sangat besar dampaknya untuk cognitive competence. Membaca menjadi alat meningkatkan kecerdasan. Jadi paparan dari bahan bacaan yang berkualitas akan sangat mempengaruhi perilaku kita, dan perilaku akan mempengaruhi budaya, dan budaya akan membentuk peradaban manusia.

Untuk meningkatkan minat membaca, kita juga perlu meningkatkan kualitas, ketersediaan, dan akses sumber belajar yang ada. Perpustakaan dan taman baca harus berkualitas, bukan hanya bangunannya yang bagus dan baru, tetapi isinya harus lengkap, terbaru, bisa mengakses sumber dari seluruh dunia, dan harus nyaman. Perpustakaan harus memiliki akses website ke semua kampus ternama. Pemerintah juga harus dapat berkolaborasi secara positif dengan para pegiat sastra (co-creator). Dengan adanya kolaborasi yang baik tentu saja kita dapat memajukan bangsa agar tidak tertinggal dengan negara maju lainnya. Pada gilirannya, jika semua upaya ini dilakukan secara bersama-sama dan berkelanjutan maka upaya memajukan peradaban bangsa akan mencapai hasil yang kita inginkan bersama.


Share