GORONTALO - (Go-Pena) - Komisi II DPRD Kota Gorontalo menggelar rapat kerja dalam rangka pembahasan evaluasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) semester II tahun 2025 di Aula 1 DPRD Kota Gorontalo, Selasa (16/9/2025).
Rapat tersebut dihadiri oleh sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, di antaranya Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Keuangan, Disparpora, dan Dinas Perhubungan.
Evaluasi dilakukan untuk meninjau realisasi PAD yang dinilai mengalami peningkatan signifikan dibandingkan tahun sebelumnya, sekaligus membahas berbagai kendala yang masih dihadapi pemerintah daerah.
Ketua Komisi II DPRD Kota Gorontalo, Herman Haluti, mengungkapkan realisasi PAD tahun 2025 hingga September telah mencapai 66 persen. Angka ini naik sekitar 16 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya, di mana realisasi PAD belum menyentuh 50 persen.
"Bisa kami simpulkan bahwa ada peningkatan realisasi PAD yang sangat signifikan di mana kami bandingkan dengan tahun sebelumnya itu realisasi PAD belum mencapai 50 persen," jelas Herman.
Di sisi lain, terdapat beberapa kendala yang disoroti dalam evaluasi PAD ini antara lain distribusi SPPT Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang masih menggunakan nama perusahaan atau developer sehingga menyulitkan kelurahan untuk membagikannya kepada wajib pajak. Selain itu, masih banyak wajib pajak yang berdomisili di luar Kota Gorontalo.
Lebih lanjut hasil evaluasi PAD dari sektor retribusi parkir tepi jalan, realisasi hingga 16 September 2025 telah mencapai lebih dari Rp200 juta, meningkat signifikan dibandingkan capaian 2024 yang hanya Rp88 juta. Meski begitu, target belum tercapai sepenuhnya. Pemkot disebut tengah menyiapkan regulasi pemberlakuan parkir berlangganan sebagai langkah strategis dalam waktu dekat.
Tak hanya itu, Komisi II juga menyoroti minimnya realisasi PAD dari Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) akibat adanya oknum yang memperberat proses pengurusan. DPRD meminta pemerintah kota untuk segera menindak tegas agar masyarakat tidak dirugikan.
Dalam rapat evaluasi tersebut, adapun PAD dari sewa alat berat turut menjadi perhatian. Hingga September 2025, realisasi hanya Rp34 juta meski ada dua kendaraan berat yang beroperasi dan kerap dipakai pihak luar. Kondisi ini dinilai tidak wajar dan menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara pemanfaatan alat berat dan pendapatan yang diterima daerah. (Ren)