Go-Pena Baner

Wednesday, 12 February, 2025

Gobel: Koperasi Indonesia Bisa Perkuat Indonesia di Era Global

Responsive image
Focus Group Discussion (Diskusi Kelompok Terpumpun) di ruang rapat Fraksi Partai Nasdem di Gedung Nusantara I DPR RI.

JAKARTA – Ketua Kelompok Fraksi Partai Nasdem di Komisi VI DPR RI, Rachmat Gobel, mengatakan, koperasi bisa memperkuat Indonesia di era global ini. “Koperasi bisa mengisi kekurangan-kekurangan yang ada yang tak bisa maksimal oleh korporasi maupun BUMN. Dengan menjadikan koperasi kuat maka akan ikut mendongkrak pertumbuhan ekonomi hingga 8%. Koperasi harus menjadi kekuatan Indonesia di pasar global,” katanya, Senin, 10 Februari 2025.

 

Hal itu ia ungkapkan saat membuka Focus Group Discussion (Diskusi Kelompok Terpumpun) di ruang rapat Fraksi Partai Nasdem di Gedung Nusantara I DPR RI. Diskusi ini diselenggarakan untuk mendapatkan masukan dalam rangka program legislasi DPR RI tentang RUU Koperasi. Diskusi ini menghadirkan pembicara dari Kementerian Koperasi, Otoritas Jasa Keuangan, Forum Koperasi Indonesia, akademisi, dan dari DPP Partai Nasdem. Diskusi diikuti anggota DPR RI dari Fraksi Partai Nasdem dari Komisi VI, Komisi XI, dan Badan Legislasi DPR RI. Di antaranya Charles Meikiansyah, Subardi, Asep Wahyu Wijaya, Martin Manurung, dan Julie Sutrisno Laiskodat.

 

Gobel mengatakan, selama ini negara lebih melihat peranan pemodal besar, yaitu para pengusaha dan pemodal asing. “Padahal petani, nelayan, dan pelaku UMKM adalah pemodal juga. Mereka memang kecil-kecil tapi jika dihimpun melalui koperasi akan menjadi kekuatan yang besar. Koperasi harus menjadi kekuatan untuk memenuhi harapan rakyat. Mereka ini adanya di desa. Jadi pemodal itu bukan hanya yang besar-besar atau asing. Koperasi adalah alat pemerataan ekonomi yang efektif dan penggerak ekonomi di desa,” katanya. Namun kenyataannya saat ini mereka belum terkoordinasi dan terhimpun dengan baik di koperasi. “Ini salahnya di mana?” katanya.

 

Sebagai ilustrasi, Gobel mencontohkan di bidang pertanian. Pemerintah sudah membantu petani dengan bibit, pupuk, dan juga alsintan. Hal itu dilakukan setiap tahun. “Namun petani tetap miskin dan tetap lemah berhadapan dengan pasar. Mereka terjebak kemiskinan. Sehingga yang masuk tengkulak, kemudian petani terjebak pinjol, judol, investasi bodong, bahkan perdagangan forex. Mestinya kan koperasi yang masuk agar mereka berdaya,” katanya.

 

Gobel mengakui saat ini ada sejumlah koperasi yang besar, namun umumnya adalah koperasi simpan-pinjam. Ia berharap hadirnya koperasi petani, koperasi nelayan, koperasi produksi, dan sebagainya. Ia juga mengkritisi sikap bangsa yang menderita sindrom pasca-kolonial yang mempersepsikan asing sebagai solusi dan lebih baik. “Kita jangan menghamba pada asing atau menomorsatukan modal asing. Yang nomor satu kita sendiri, kekuatan kita sendiri. Jadi, mau tidak mau koperasi harus dihidupkan. Tidak boleh tidak. Jika tidak bisa maka kementerian koperasi dibubarkan saja. Untuk apa. Di era globalisasi ini kita harus memiliki kekuatan internal dengan semangat nasionalisme melalui koperasi,” katanya.

 

Lebih lanjut Gobel mengingatkan ajaran Bung Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Menurutnya, Bung Hatta sudah menekankan bahwa koperasi harus menjadi sokoguru ekonomi nasional. Hal ini sesuai dengan kondisi sosial-ekonomi Indonesia dan budaya gotongroyong. “Koperasi harus tampil lebih baik,” katanya. Gobel mengatakan, koperasi adalah amanat para pendiri bangsa dan merupakan bagian dari pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam sistem ekonomi nasional. “Koperasi merupakan bagian dari solusi yang dihadapi masyarakat tentang kesejahteraan dan pemerataan ekonomi yang merupakan amanat konstitusi,” katanya.

 

Henra Saragih, Deputi Kelembagaan Kementerian Koperasi, mengatakan, saat ini ada 131 ribu lembaga koperasi yang hidup. Dari jumlah koperasi itu terdapat 29 juta anggota koperasi. “Itu hanya 11% dari jumlah penduduk. Bandingkan dengan Amerika Serikat yang dari 10 orang penduduk maka ada 4 orang yang menjadi anggota koperasi. Artinya ada 40% warga Amerika Serikat yang menjadi anggota koperasi,” katanya. Padahal Amerika Serikat adalah negara kapitalis dan memiliki budaya individualis. Sedangka Euis Amalia, guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah, mengatakan, potensi ekonomi koperasi di Indonesia bernilai Rp 281 triliun.

 

Millie Lukito, ketua DPP Partai Nasdem, yang juga pengurus Kadin Indonesia, mengungkap kondisi koperasi di Amerika Serikat dan di Kanada. Menurutnya, koperasi di dua negara itu memiliki akses pendanaan dari bank koperasi dan modal ventura koperasi. Selain itu, koperasi di dua negara itu juga mendapatkan insentif pajak di sektor strategis seperti di sektor pangan dan energi. Mereka juga mendapatkan pembebasan pajak jika mendapat dana hibah. Mereka juga mendapat bantuan dan subsidi dari pemerintah. Selain itu, mereka juga diberi akses ke pasar global. “Koperasi di Indonesia agar masuk dalam rantai pasok global, kemudahan perizinan, akses pendanaan, dan juga pembiayaan ekspor,” katanya.(*)


Share