Go-Pena Baner

Sunday, 02 November, 2025

Rahayu Saraswati Terharu di Gorontalo Youth Summit 2025

Responsive image
Kegiatan Gorontalo Youth Summit 2025

GORONTALO — Dalam suasana peringatan Sumpah Pemuda ke-97, forum Gorontalo Youth Summit 2025 menghadirkan momen yang menyentuh hati ketika Rahayu Saraswati Dhirakanya Djojohadikusumo tampil sebagai keynote speaker.
Di hadapan ratusan peserta dari berbagai kalangan, Saras — aktivis sosial dan tokoh muda nasional — menyampaikan refleksi mendalam tentang makna pengabdian dan semangat kepemimpinan lintas generasi.

Saras tak kuasa menyembunyikan rasa harunya ketika Dr. Funco Tanipu, pendiri The Gorontalo Institute sekaligus inisiator forum, menuturkan kisah panjang keluarga besar Prof. Soemitro Djojohadikusumo yang telah lebih dari 200 tahun mengabdi untuk Indonesia.

“Saya sungguh terharu. Kisah yang disampaikan Dr. Funco membuat saya melihat kembali bahwa sejarah keluarga kami bukan tentang kebesaran nama, tapi tentang tanggung jawab dan cinta kepada negeri,” ujar Saras dalam forum yang berlangsung secara daring.

Momen menjadi semakin emosional ketika Dr. Funco menayangkan foto keluarga Presiden Prabowo dan Hasjim Djojohadikusumo semasa hidup dalam pengasingan.
Gambar hitam-putih itu memperlihatkan wajah-wajah muda yang tegar di tengah keterasingan, simbol kesetiaan pada tanah air meski jauh dari rumah. Saraswati Djojohadikusumo tampak terdiam sejenak, menyimak dengan penuh perhatian.

Funco dalam penjelasannya menyebut bahwa bila Sumpah Pemuda kini berusia 97 tahun, maka keluarga Djojohadikusumo telah menulis catatan pengabdian selama dua abad dalam perjalanan republik. Ia mengisahkan bagaimana Prof. Soemitro Djojohadikusumo dan keluarganya melewati masa pengasingan di luar negeri, namun tetap setia berjuang melalui ilmu dan gagasan.

“Keluarga Djojohadikusumo telah menjadi bagian dari sejarah panjang pengabdian bangsa. Dari masa kolonial, kemerdekaan, hingga Indonesia modern, nilai-nilai mereka tetap hidup,” ujar Funco.

Dalam pidatonya, Saras menyinggung dua pamannya yang berusia masih sangat muda dan gugur dalam Pertempuran Lengkong, yaitu Kapten Anumerta Soebianto Djojohadikusumo, yang namanya diabadikan sebagai nama tengah Presiden Prabowo Subianto, serta Kapten Anumerta Soejono Djojohadikusumo, yang namanya disematkan pada ayahnya, Hasjim Soejono.

Baginya, kisah itu bukan hanya sejarah keluarga, melainkan pengingat bahwa pengabdian sering kali lahir dari keberanian dan pengorbanan.

“Saya selalu percaya bahwa pengabdian adalah warisan yang tidak pernah selesai. Ia berpindah dari satu generasi ke generasi berikutnya, dan menjadi kompas bagi kita semua untuk terus mencintai Indonesia,” tutur Saras.

Ia kemudian mengaitkan semangat perjuangan itu dengan tantangan masa kini, menegaskan bahwa generasi muda harus menjadi penerus nilai kepemimpinan berbasis integritas dan empati.

“Kita sedang menuju 100 tahun Gorontalo pada 2042 dan Indonesia Emas 2045. Semangat Sumpah Pemuda harus diterjemahkan dalam kerja nyata — berpikir jauh ke depan, tapi berpijak pada nilai,” ujarnya.

Menurutnya, kepemimpinan sejati bukan soal posisi atau kekuasaan, melainkan kesediaan untuk melayani. “Kita harus membangun masa depan dengan hati yang jujur dan semangat kolaborasi,” tambahnya.

Bagi Dr. Funco Tanipu, kehadiran Saraswati Djojohadikusumo di forum ini mempertemukan dua hal yang penting: refleksi sejarah dan arah masa depan.

“Kalau Sumpah Pemuda ke 97 adalah simbol persatuan bangsa, maka kisah keluarga Djojohadikusumo selama 200 tahun adalah simbol pengabdian yang tak pernah putus. Keduanya bertemu dalam diri Saraswati Djojohadikusumo yang saat ini menjadi representasi kaum muda di Indonesia,” ujar Funco.

Momen tersebut menjadi salah satu bagian paling berkesan dari Gorontalo Youth Summit 2025. Melalui kisah keluarga yang telah mengabdi dua abad untuk bangsa, forum ini mengingatkan bahwa semangat kepemudaan tidak berhenti pada simbol dan slogan, melainkan hidup dalam tindakan dan ketulusan untuk melayani.

 “Pengabdian bukan soal waktu,” tutup Saras dalam pidato akhirnya.
“Ia adalah perjalanan panjang yang terus hidup — dari masa lalu, hari ini, hingga masa depan Indonesia.” (*)


Share